TRANSITOR SEBAGIA PENGUAT TEGANGAN
(COMMON EMITTER)
I. TUJUAN
1. Untuk
memahami cara kerja rangkaian common emitter.
2. Untuk
menghitung hpe dan hoe dari kurva karakteristik keluaran transitor.
3.
Untuk membuat transitor bekerja dengan
titik-q di tengah garis beban pada daerah saturasi, dan pada cut off, serta
menjelaskan bentuk-bentuk isyarat keluaran saat transitor bekerja pada titik
operasi yang bersangkutan.
4.
Untuk mengukur hambatan masukan pengikat
dan hambatan keluaran pengikat.
5.
Untuk mengukur tanggapan amplitudo
pengikat.
II.
DASAR TEORI
Menurut Aditya (2012), salah
satu fungsi transitor yang paling banyak digunakan di dunia elektornika analog
adalah sebagai penguat yaitu penguat arus, penguat tegangan dan penguata daya.
Fungsi komponen semikonduktor ini dapat kita temukan pada rangkaian pres_amp
mic, pres amp head, echo, tone control, ampilifier, dll. Berdasarkan cara
penmasanganya ground dan pengambilan out put, penguat transisitor dibagi
menjadi tiga yaitu : common base (CB), common emitte (CE) dan common colector
(CC). Menurut Zemansky (1962), rangkaian transistor adalah komponene
elektronika yang terbuat serta tersusun oleh bahan semikonduktor yang mempunyai
3 kaki yang biasa di simbolkan basis (B), emittor (E) dan kolektor (K).
Transistor sendiri dibagi menjadi 2 jenis tipe yaitu transistor PNP dan NPN yang
membedakan kedua transistor tersebut yaitu dapat dilihat pada tanda panah pada
area emitto (E), jika anak panah kebagaian dalam, maka transistor tersebuat
adalah transistor PNP, sementara jika anak panah kearah luar maka transistor
tersebut NPN.
Transistor
NPN dan transistor PNP merupakan transistor yang terbuat dari semikonduktor
tipe P dan tipe N. Pada transistor tipe ini nilai pergerakan dari elektornya
akan lebih tinggi dibandingkan dari pergerakn muatan positifnya, sehingga akan
memungkinkan sistem beroprasi dengan arus yang besar dan pada kecepatan yang
besar. Arus pada basis akan dikuatkan oleh kolektor. Jadi transistor NPN akan
memasuki daerah aktif ketika tegangan yang berada pada basis lebih tinggi dari
pada emittor dan menuju keluar yang menunjukkan arah arus konvensional, saat
alat mendapat panjar maju.
Pada
penguat emittor ditanahkan isyarat masuk melalui basis dan emittor dihubungkan
dengan tanah, sedangkan keluaran diambil dari kolektor. Penguat emittor
ditanahkan mempunyai impedansi masukan
kali lebih besar dari pada penguat basis
ditanahkan, dan impedansi keluaran transistor (1-α) lebih kecil dari pada
penguat basis ditanahkan. Impedansi masukan yang tak terlalu besar dan
impedansi keluaran yang tak terlalu kecil membuat penguat emmitor ditanahkan
sangat baik digandengkan dalam beberapa tahap tanpa banyak ketaksesuaian
impedansi pada alih tegangan dari satu tahap ketahap berikutnya.
Gambar 2.1 transistor NPN digunakan pada
penguat emittor ditanahkan.
Gambar
2.1 menunjukan transistor NPN dipasang dengan hubungan emittor ditanahkan.
Seperti pada penguat basis ditanahkan, sambungan emittor basis di beri tegangan
panjar maju dan sambungan basis kolektor diberi tegangan panjar mundur.
Gambar
2.2 (a) penguat emitor ditanahkan dengan VCC dan VBB ,
(b) penguat emitor ditanahkan dengan catu daya tunggal.
Dari
gambar 2.1 nyatalah IE = IB + IC ; sedangkan IC
= αIE sehingga
Parameter
β menyatakan nisbah arus keluaran IC dan arus masukan IB,
dan disebut penguatan arus emitor di tanahkan ( Sutriso, 1986 : 140-141 ).
Gambar:
2.3 rangkaian penuatan sederhana dengan satu transitor
Rangkaian
yang dipakai ditunjukkan dalam gambar 2.3, masukan untuk rangkaian penguat
didapatkan dari sumber voltase di sebelah kiri dalam skema rangkaian. Sumber
voltase ini merupakan voltase DC yang konstan sebesar = 0,7 V yang dijumlahkan
dengan satu sinyal voltase Ac, VS, dengan amplitude kecil. Input
dari penguat adalah sambungan antara basis dan emitor RS adalah
resistor yang menunjukkan resistivitas dalam dari sumber voltase masukan
tersebut. Kolektor disambungkan dengan sumber voltase masukan DC sebesar Vb
( voltase batrai/voltase sumber ) melalui resistor RC. Bagian negatif dari
sumber voltase ini merupakan GND dan disambungkan dengan emitor. Output dari
rangkaian adalah sambungan antara kolektor dengan GND (ground/bumi). Rangkaian
seperti ini disebut common emitter amplifer karena emittor dipakai sebagai
sambungan bersama untuk input dan output (Blocher, 2004 : 110-111).
III.
ALAT DAN KOMPONEN
1. Catu
daya DC
2. Multimeter
(digital dan/atau analog)
3. Osiloskop
(CRO) jejak ganda (dual-tase)
4. Generator
sinyal atau generator audio (AFG)
5. Transistor
NPN, BC-107 atau 2N3904 atau c-547 atau yang ekivalen
6. Papan
rangkaian (dibuat lebih dahulu oleh praktikan)
7. Resistor
dan kapasitor yang spesifiknya sama dengan desain.
IV. PROSEDUR
PERCOBAAN
1.
Dengan menggunakan perunut lengkung
(curvetracer), catat bentuk lengkung ciri keluaran transistor yang anda
gunakan. Tentukan hfe dan hoe langsung dari lengkung cirinya.
2.
Berikan tegangan VCC = 12
volt. Pada rangkaian gambar 8 :
3.
Tanpa diberi isyarat masukan, atur
potensiometer VR agar VCE = 6V. Pada keadaan ini hitung arus IC dengan mengukur
beda tegangan kedua ujung RC. Kemudian ukur VBE dan IB menggunakan
multimeter. Kemudian masukan isyarat sinusoidal dengan frekuensi 1KHz dan atur
tegangan isyarat masukan agar isyarat keluaran tidak cacat bentuknya.
4.
Ukur dan tegangan keluaran V0
dan isyarat masukan V1 dengan osiloskop.
5.
Ulangi untuk harga frekuensi yang berbeda
untuk menentukan tanggapan amplitudo.
V.
DATA HASIL
Frekuensi (Hz)
|
VCC (V)
|
Vin (V)
|
Vout (V)
|
108 Hz
210 Hz
306 Hz
518 Hz
1000 Hz
|
5 V
5 V
5 V
5 V
5 V
|
3,57 V
3,57 V
3,57 V
3,57 V
3,57 V
|
12,3 V
10,6 V
7,07 V
1,76 V
1,4 V
|
VI.
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas
mengenai “Transitor sebagai penguat tegangan (Common Emitter). Disini membahas
salah satu fungsi dari transitor yaitu sebagai penguat tegangan.
Transitor sebagai penguat, sudah
bukan barang yang tabu lagi di dunia rangkaian elektronik bahwa transitor dapat
digunakan untuk berbagai macam keperluan salah satunya yaitu transitor digunakan
sebagai penguat yaitu penguat arus, penguat tegangan, dan penguat daya.
Terkhusus yang dibahas dalam kegiatan ini adalah transitor digunakan sebagai
penguat tegangan.
Prinsip yang dipakai didalam
transitor sebagai penguat yaitu arus kecil pada baru dipakai untuk mengontrol
arus yang lebih besar yang diberikan ke kolektor melalui transitor tersebut.
Dari sini kita bisa lihat bahwa fungsi dari transitor adalah hanya sebagai
penguat ketika arus basis akan berubah. Perubahan arus kecil pada basis inilah
yang dinamakan dengan perubahan besar pada arus yang mengalir dari kolektor ke
emitter.
Berdasarkan cara pemasangan ground
dan pengambilan out put, transitor yang sebagai penguat di bagi menjadi 3
bagian yaitu penguat common base, penguat common emitter dan penguat common
collector.
Pada praktikum kali ini hanya dibahas
mengenai penguat common emitter. Peenguat common mitter adalah penguat yang
kaki emittor transitor di groundkan, lalu input dimasukan ke basis dan output
diambil pada kaki kolektor. Serta mempunyai karakter sebagai penguat tegangan.
Pada rangkaian ini emittor di-ground-kan/ ditanahkan, input adalah basis dan
output adalah colector. Berikut adalah gambar rangkaian yang digunakan dalam
praktikum:
Gambar : Rangakaian common emitter
Pada
praktikum kali ini alat dan kompinen yaitu digunakan antara lain power
supplay/catu daya Dc, multimeter, osiloskop, sinyal generator (AFG), transitor
NPN, papan rangkaian, resistor dan kapasitor.
Dalam
praktikum yang telah dilakukan, digunakan RB1 sebesar 1000 KΩ, RB2
22 KΩ, kapasitor emittor (CE) 220 µF, Rc 22 KΩ, resistor emitter
(Re) 1 K, C1 1 µF dan C2 10 µF.
Tegangan
input yang digunakan adalah 3,57 V dan VCC sebesar 5 V. Setelah
dilakukan praktikum diperoleh hasil sebagai berikut : pada frekuensi 108 Hz
tegangan keluarannya (Vout) adalah senilai 12,3 V : pada frekuensi
210 Hz tegangan keluaran (Vout) sebesar 10,6 V : pada frekuensi 306
Hz diperoleh (Vout) sebesar 1,76 V ; sedangkan pada frekuensi 1 KHz
di dapat Vout sebesar 1,4 V.
Untuk
melihat perbandingan antara Vout dan Vin (KV) pada
percobaan ini adalah digunakan persamaan :
Maka, dari hasil percobaan pertama pada
frekuensi 108 Hz diperoleh KV (perbandingan) sebesar :
KV = 3,445
Dengan menggunakan persamaan yang sama
maka diperoleh KV pada frekuensi 201 Hz sebesar 2,97 ; pada frekuensi 306 Hz
sebesar 1,98 ; pada frekuensi 518 Hz sebesar 0,49 ; dan pada frekuensi 1 KHz
sebesar 0,39.
Dari
hasil perbandingan (KV) tersebut jika di gambarkan dalam bentuk kurva antara KV
dan frekuensi masukan maka dapat dilihat hungannya sebagai berikut :
Dari kurva diatas dapat
dilihat bahwa hubungan antar frekuensi dan KV yaitu semakin besar frekuensi
masukan yang diberikan maka nilai perbandingan (KV) akan semakin kecil.
Pada
praktikum ini tidak dilakukan pengukuran pada arus C dan arus B sehingga nilai
hfe dapat dihitung secara teori sebagai berikut :
Karena VBB = IB . RB,
maka :
Sedangkan untuk arus IC :
Dengan demikian maka :
Karena
maka α = 0,5, dimana :
Dengan demikian
atau
Sedangkan untuk mencari hoe adalah
sebagai berikut :
Maka :
= 0,625 Ω
Sehingga :
Maka dapat dihitung impedansi masukan
yaitu
R1
= RB//hie
Dimana hie adalah
Maka :
Dan impedansi keluarannya adalah :
VII. KESIMPULAN
1.
Transitor dapat digunakan sebagai penguat
tegangan (common emitter). Pada rangkaian penguat common emitter, bagian
emitter transitor ditanahkan. Arus kecil pada basis dipakai untuk mengontrol
arus yang lebih besar yang diberikan ke kolektor melalui transitor tersebut.
Isyarat masukan pada common emitte masuk melalui basis dan keluar melalui kolektor
dan emitter ada pada tanah Ac.
2.
Untuk menentukan hfe berdasarkan kurva
karakteristik keluaran transitr digunakan dua lengkungan untuk dua nilai iB
(misal iB1 dan iB2). Dari grafik ditentukan arus kolektor
iC1 dan iC2 ; maka hfe :
Sedangkan
nilai hoe dapat ditentukan dari kemiringan lengkung ciri statik keluaran pada
titik q.
3.
Untuk mengukur hambatan masukan penguat
digunakan rumus (pada rangkaian percobaan) : Ri = RB//hi.
Sedangkan untuk mengukur hambatan keluaran penguat pada rangkaian percobaan
digunakan rumus ;
4.
Penguatan tegangan untuk common emitter
ditunjukkan pada rumus :
Pada rangkaian percobaan diketaui
dan Vi = ib hie, maka :
5.
Titik –q akan bergeer sepanjang garis
beban jika suhu naik, karena arus IC dipengaruhi oleh suhu.
Perubahan titik –q ini dapat disebabkan oleh arus penjenuhan yang menyebrang
sambungan B-C dalam tegangan mundur berubah dengan suhu atau karena perbuhan VBE
(q) terhadap suhu.
VIII.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya , Emy . 2012 . Transitor . Jurnal Transitor Vol.1 No.
01
Blocher ,
Richard . 2004 . Dasar Elektronika
. Yogyakarta : Andi
Sutrisno . 1986 . Elektronika Teori dan Penerapannya. Bandung : ITB
Zemansky, Sears. 1962. Fisiska Untuk Universitas 1. Bandung :
Trimitra Mandiri
Komentar
Posting Komentar