Laporan Observasi Awal Penelitian Tindakan Kelas di SMAN 2 Muaro Jambi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang masalah
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mendukung kemajuan pembangunan, salah satunya adalah pendidikan MIPA. Pendidikan MIPA merupakan cabang ilmu pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian, karena menjadi dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Mata pelajaran yang termasuk dalam cabang ilmu pendidikan MIPA adalah mata pelajaran fisika.
Menurut Kanginan (2004), fisika adalah ilmu fundamental yang menjadi tulang punggung bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fisika adalah bidang studi yang diberikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan tujuan untuk memberikan seperangkat pengetahuan, bentukbentuk keterampilan dan penanaman sikap dan nilai dalam konteks disiplin ilmu fisika (Depdiknas, 2007). Melihat tujuan tersebut, pelajaran fisika di SMA dikembangkan dalam kerangka memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam menjelajahi dan memahami alam di sekitarnya secara ilmiah. Pendidikan fisika menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung kepada siswa tentang konsep, prinsip, dan proses penemuan dalam materi-materi fisika. Tujuan pendidikan fisika dapat dicapai, apabila siswa bisa mencapai kompetensi pembelajaran.
Menurut Ahmadi (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor intern adalah faktor yang berasal dari siswa. Berikut yang termasuk dalam faktor intern antara lain kecerdasan (intelegensi), faktor jasmaniah atau faktor fisiologis, sikap, minat, bakat dan kecerdasan. Selanjutnya, yang termasuk faktor ekstern terdiri atas dua macam, yaitu faktor lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial. Selain itu, Slameto (2013) menyatakan bahwa faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Faktor intern dan ekstern sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Salah satu faktor yang berpengaruh besar adalah faktor motivasi. Menurut Djamarah (2011) motivasi dalam belajar dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan. Semakin besar motivasi maka semakin besar kesuksesan dalam belajar, sehingga berdampak pada meningkatnya prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, dapat kita ketahui bahwa faktor motivasi menjadi salah satu faktor yang menentukan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa.
Kenyataannya, berdasarkan wawancara terhadap guru mata pelajaran fisika yang dilakukan oleh peneliti di SMA Negeri 2 Muaro Jambi, didapatkan hasil mengenai prestasi belajar fisika siswa yang masih cukup rendah. Hal tersebut diakibatkan motivasi siswa untuk belajar rendah. Selain itu, peneliti juga melakukan tanya jawab dengan guru mata pelajaran fisika, dan diketahui bahwa siswa cenderung pasif di kelas, tidak mau membaca dan saat diberikan tugas, masih terdapat siswa yang tidak mengerjakan tugas.
Menurut Purwanto (2013) siswa yang kurang aktif dan tidak mengerjakan tugas mengindikasikan bahwa siswa tersebut kurang memiliki motivasi belajar, karena motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Siswa yang memiliki motivasi yang kurang menyebabkan siswa memiliki dorongan yang kurang untuk belajar.
Rendahnya prestasi belajar fisika yang didapat oleh siswa disebabkan banyak faktor. Bersesuaian dengan hasil observasi yang telah dijabarkan sebelumnya, bahwa siswa kelas X MIPA 4 diindikasikan memiliki motivasi belajar yang masih kurang. Motivasi belajar siswa yang masih kurang akan berakibat pada prestasi belajar yang didapat oleh siswa.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti melakukan observasi di kelas yang di permasalahkan diatas yaitu kelas X MIPA 4 SMA N 2 Muaro Jambi dengan melakukan kegiatan penyebaran angket motivasi belajar fisika siswa dan kemudian menganalisis motivasi dan hasil belajar siswa.
1.2  Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengemukakan identifikasi masalah sebagai berikut:
1.      Nilai mata pelajaran Fisika masih tergolong rendah
2.      Motivasi belajar Fisika siswa masih tergolong rendah.
1.3  Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui hasil belajar Fisika siswa kelas X MIPA 4 di SMAN 2 Muaro Jambi
2.      Untuk mengetahui motivasi belajar  Fisika siswa kelas X MIPA 4 di SMAN 2 Muaro Jambi.
1.4  Manfaat hasil penelitian
Dari tujuan penelitian, diharapkan dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak, diantaranya :
1.      Bagi Guru
memberikan informasi mengenai kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran dan sebagai acuan dalam memperbaiki metode pengajaran.
2.      Bagi Sekolah
Menjadi bahan evaluasi untuk memperbaiki masalah-masalah dalam pembelajaran fisika di kelas


BAB II
KAJIAN TEORITIK
2.1  Kerangka teori dan hasil penelitian yang relevan
2.1.1        Motivasi
1.      Pengertian motivasi
Istilah motivasi dating dari akar kata bahasa latin “mot-“ (yang berarti “bergerak”) yang sama seperti istilah emosi. Istilah motif berguna untuk menjelaskan desakan-desakan internal yang mengaktifkan dan memberikan arah untuk berperilaku. Istilah lain yang berhubungan menekankan aspek yang berbeda dari motivasi. Sebagai contoh, kebutuhan atau need yang menekankan aspek yang berbeda dari motivasi. Sebagai contoh, kebutuhan atau need yang menekankan aspek kekurangan atau keinginan; drive atau dorongan yang menekankan aspek pendorong dan pemberi tenaga; dan incentive (pendorong) yang memfokuskan pada tujuan motivasi. Secara umum, teori – teori motivasi berkaitan dengan sebab-sebab perilaku terjadi dan mengacu pada keadaan internal organisme dan juga tujuan eksternal (penguatan) dalam lingkungan. Secara khusus, motivasi meliputi pemberian kekuatan atau energy perilaku dan arah tujuan dimana terdapat perbedaan yang dibuat antara disposisi organisme dan pembangkitnya.
2.      Peranan motivasi dalam pembelajaran
Hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motibvasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan semakin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa. Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi :
a.       Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energy. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan di kerjakan.
b.      Menentukan arah perbuatan, yakni kea rah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujauannya.
c.       Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan – perbuatan apa yang harus dikerjakan serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan – perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Disamping itu ada juga fungsi – fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang akan melakukan usaha dengan adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, dengan adnya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang bai. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
2.1.2        Belajar dan pembelajaran
Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relative permanen dan dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan atau direncanakan. Pengalaman diperoleh seseorang dalam interaksi dengan lingkungan., baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan sehingga menghasilkan perubahan yang bersifat relative menetap. Menurut Eveline dan Nara (2010) belajar adalah proses yang kompleks yang di dalamnya terkandung bebrapa aspek. Aspek tersebut meliputi: a. bertambahnya jumlah pengetahuan, b. adanya kemampuan mengingat dan memproduksi, c. adanya penerapan pengetahuan, d. menyimpulkan makna, e. menafsirkan dan mengkaitkan dengan realitas.
1.      Pengertian belajar
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh pengetahuan, menurut pemahaman sains konvensional, kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan pengalaman. Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan. Definisi ini merupakan defenisi umum dalam pembelajaran sains secara konvensional dan beranggapan bahwa pengetahuan sudah terserak di alam, tinggal bagaimana siswa atau pembelajar bereksplorasi, menggali dan menemukan kemudian memungutnya untuk memperoleh pengetahuan.
Menurut hilgard (1962) belajar adalah suatu proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap suatu situasi.
2.      Pengertian pembelajaran
Pengertian pembelajaran menurut Diaz Carlos (2011) merupakan akumulasi dari konsep mengajar dan konsep belajar. Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek  didik laki-laki dan perempuan. Konsep tersebut sebagai suatu system, sehingga dalam system pembelajaran ini mendapat komponen – komponen yang meliputi : siswa, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur, serta alat – alat atau media yang harus dipersiapkan. Dengan kata lain, pembelajaran sebagai suatu system yang bertujuan, perlu direncanakan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku.
2.1.1 Hakikat Fisika
Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala alam dari segi materi dan energinya. Fisika adalah bangun pengetahuan yang menggambarkan usaha, temuan, wawasan dan kearifan yang bersifat kolektif dari umat manusia (Wartono, 2003:18). Sedangkan menurut Mundilarto (2010:4), fisika sebagai ilmu dasar memiliki karakteristik yang mencakup bangun ilmu yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, hukum, postulat, dan teori serta metodologi keilmuan. Fisika adalah ilmu yang terbentuk melalui prosedur baku atau biasa disebut sebagai metode ilmiah.
Lederman dalam Atar dan Gallard (2014), Nature of Science mengacu pada nilai-nilai dan keyakinan yang melekat pada pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut hakikatnya, fisika yang merupakan sains bukanlah sekedar kumpulan ilmu pengetahuan semata. Lebih dari itu menurut Collette dan Chiappetta (1994), sains merupakan a way of thinking (afektif), a way of investigating (proses), dan a body of knowledge (kumpulan ilmu pengetahuan).
Aspek dari hakikat fisika yang pertama adalah fisika sebagai sikap (a way of thinking). Fisika yang merupakan cabang ilmu IPA (sains) memiliki karakter ilmiah, seperti tanggungjawab, jujur, objektif, terbuka, rasa ingin tahu, percaya diri, dan lain-lain, yang melekat kuat. Menurut Collette dan Chiappetta (1994), beberapa karakter tersebut adalah sebagai beliefs (keyakinan), curiosity (rasa ingin tahu), imagination (imajinasi), reasoning (penalaran), dan self-examination (pemahaman diri). Menurut KBBI, keyakinan (beliefs) berarti kepercayaan dan sebagainya yang sungguhsungguh, dan juga berarti sebagai bagian agama atau religi yang berwujud konsep yang menjadi keyakinan (kepercayaan) para penganutnya. Keyakinan merupakan dasar dari tindakan seseorang yang dipercayainya sebagai sesuatu yang benar dan dapat dicapai (Sugeng, 2015). Keyakinan adalah sebuah hal yang sangat penting dimiliki oleh seseorang apalagi sebagai makhluk beragama. Sebagai negara Pancasila, Indonesia menghimpun karakter ini pada Kurikulum 2013, khususnya Kompetensi Inti (KI) 1. Karakter lainnya, yaitu curiosity (rasa ingin tahu), imagination (imajinasi), reasoning (penalaran), dan self-examination (pemahaman diri) tertampung dalam Kompetensi Inti 2 Kurikulum 2013. Karakter-karakter ini secara tidak langsung akan memperngaruhi bagaimana seorang saintis atau fisikawan berpikir.
Aspek dari hakikat fisika yang kedua adalah fisika sebagai proses (a way of investigating). Proses sains diturunkan dari langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan penelitian ilmiah. Langkah-langkah tersebut disebut sebagai keterampilan proses sains yang mencakup observasi, mengukur, inferensi, memanipulasi variabel, merumuskan hipotesis, menyusun grafik dan tabel data, mendefinisikan secara operasional, dan melaksanakan eksperimen (Mundilarto, 2002: 13). Menurut Hetherington, dkk. (dalam Collette dan Chiappetta, 1994),memahami bagaimana proses terbentuknya suatu ilmu pengetahuan itu lebih penting daripada ilmu pengetahuan itu sendiri. Mundilarto, membagi keterampilan proses menjadi dua, yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses sains dasar, meliputi: mengamati/observasi, mengklasifikasi, berkomunikasi, mengukur, memprediksi, dan membuat inferensi. Apabila dianalogikan dalam pembelajaran, kemampuan proses sains dasar dapat tercerminkan sebagai aspek psikomotor yang dalam kurikulum 2013 dimasukkan dalam KI 4. Sedangkan keterampilan proses sains terpadu, meliputi: mengidentifikasi variabel, merumuskan definisi operasional dari variabel, menyusun hipotesis,merancang penyelidikan. Keterampilan sains terpadu tercerminkan sebagai proses berpikir tingkat tinggi.
Aspek dari hakikat fisika yang ketiga adalah fisika sebagai produk (a body of knowledge). IPA (termasuk fisika) sebagai produk dapat diartikan sebagai kumpulan informasi/fakta yang dihasilkan dari proses-proses ilmiah yang dilandasi dengan sikap-sikap ilmiah tersebut (Mundilarto, 2002: 2). Menurut Collette dan Chiappetta (1994), fisika sebagai produk tersusun dari fakta, konsep, prinsip, hukum, hipotesis, teori, dan model. Fisika sebagai produk juga dapat diartikan sebagai informasi-informasi yang sudah masak yang ada dalam ilmu fisika.
2.1.2 Pembelajaran Fisika
Belajar merupakan kebutuhan pokok setiap manusia. Melalui belajar, seseorang dapat berkembang menjadi individu yang lebih baik dan bermanfaat baik untuk dirinya sendiri maupun lingkungan di sekitarnya. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sugihartono, dkk. 2012: 74). Adapun menurut Mundilarto (2002: 1), belajar dapat didefinisikan sebagai proses diperolehnya pengetahuan atau keterampilan serta perubahan tingkah laku melalui aktivitas diri.
Menurut UU. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut hakikatnya, fisika memiliki tiga aspek utama yaitu aspek afektif, proses , dan ilmu. Sehingga pembelajaran fisika hendaknya dilaksanakan dengan mempertimbangkan ketiga aspek tersebut. Mata pelajaran fisika di SMA bertujuan agar siswa mampu menguasai konsep-konsep fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa (Mundilarto, 2002: 5). Masih menurut Mundilarto (2012), pembelajaran fisika bukanlah dirancang untuk melahirkan fisikawan atau saintis, akan tetapi dirancang untuk membantu siswa akan pentingnya berpikir kritis akan hal-hal baru yang ditemuinya berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah diyakini akan kebenarannya.
Pembelajaran fisika membantu peserta didik untuk mengembangkan diri menjadi individu yang memiliki sikap ilmiah, mampu memproses fenomena dan pengetahuan yang diperoleh serta mampu memahami bagaimana fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya bekerja.
2.1.1  Kerangka berpikir
     Berdasarkan hasil prasurvey melalui wawancara singkat yang dilakukan peneliti dengan guru bidang studi yaitu Ibu Nova selaku guru fisika kelas X SMAN 2 Muaro Jambi didapatkan masih banyak siswa yang kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran fisika di dalam kelas. Minat membaca siswa juga kurang hal ini juga berdampak dengan hasil belajar siswa yang rendah, dari hasil rekapan penilaian yang didapatkan oleh Ibu Nova bahwa dari keseluruhan kelas X MIPA kelas X MIPA 4 merupakan kelas yang memiliki nilai hasil belajarnya masih banyak yang di bawah KKM. Hal ini disebabkan juga karena beberapa faktor yang telah di kemukakan oleh Ibu Nova selaku guru fisika kelas X, maka untuk lebih mengetahui lebih jelas lagi apa faktor yang menyebabkan siswa kurang bersemangat dalam pembelajaran fisika dan minat membaca yang kurang, peneliti menggunakan angket motivasi sebagai tolak ukur permasalahan yang ada pada diri individu siswa. Motivasi adalah suatu dorongan pada diri individu dalam melakukan hal-hal yang positif. Dengan adanya pengisian angket motivasi inilah nantinya akan terlihat dimana letak permasalahan rendahnya hasil belajar fisika. Adapun gambaran dalam kerangka berpikir dapat dilihat pada skema berikut ini :
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1  Setting penelitian
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang akan digunakan adalah jenis Prnrlitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Muaro Jambi, dengan subjek penelitian adalah siswa kelas X MIPA-4 berjumlah sebanyak 27 siswa, terdiri dari 11 orang siswa laki-laki dan 16 orang siswa perempuan. Penelitian tindakan dilaksanakan pada semester II (genap) yaitu pada tanggal 6 s/d 20 Februari 2018.

3.2  Prosedur penelitian
3.2.1 Perencanaan
      Dalam upaya memperlancar kegiatan Penelitian, peneliti melakukan perencanaan sebagai berikut :
1.      Membuat surat izin observasi yang di berikan oleh bidang akademik
2.      Mengantar surat ke SMA Negeri 2 Muaro Jambi sekaligus meminta izin kepada Kepala Sekolah untuk melakukan penelitian
3.      Menemui guru fisika yang mengajar di kelas X MIPA-4 sekaligus melakukan wawancara singkat mengenai keadaan siswa yang ada di kelas X SMA Negeri 2 Muaro Jambi
4.      Meminta data siswa kepada guru fisika berupa data nilai siswa yang akan menjadi bahan dokumentasi peneliti dan bahan perbandingan

3.3  Implementasi tindakan
      Setelah merancang segala aspek yang akan dilakukan pada saat penelitian. Selanjtnya adalah melakukan implementasi tindakan yang telah di rencanakan.  Dari banyaknya permasalahan dapat dirangkum salah satunya adalah rendahnya motivasi siswa dalam menerima pelajaran fisika di kelas, hal ini terlihat dari beberapa faktor yang ada di lapangan. Dengan demikian peneliti menggunakan Penelitian tipe kuantitatif. Untuk mengukur tingkat motivasi siswa dalam pembelajaran fisika maka dilakukan penyebaran angket motivasi kepada siswa kelas X MIPA-4.
3.4  Observasi dan moitoring
      pelaksanaan tindakan dan pengamatan (observasi) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara serentak. Maka observasi ini dilaksanakan ketika penyebaran angket motivasi berlangsung. Selama proses pengisian angket motivasi berlangsung, observasi yang di lakukan adalah pengamatan terhadap ada atau tidaknya dorongan siswa dalam pelajaran fisika dengan menanyakan kepada siswa bagaimana sikap mereka terhadap pelajaran fisika di dalam kelas. Selanjutnya monitoring dari motivasi siswa dilaksanakan di akhir jam pembelajaran yang berlangsung selama satu jam pelajaan yaitu 45 menit.

3.5  Analisis dan refleksi
      Selama melakukan observasi awal pada pra survei keterlaksanaan pembelajaran, dan instrumen angket motivasi selama satu siklus pembelajaran dideskipsikan dan dianalisis. Deskripsi meliputi persentase keterlaksanaan pembelajaran baik guru maupun siswa, persentasi siswa yang mencapai KKM dan persentase motivasi siswa yang tinggi pada setiap kategorinya. Analisis ini dilihat berdasarkan capaian indikator keberhasilan tindakan. Jika target belum tercapai, maka hasil refleksi pada siklus satu akan dijadikan acuan untuk merencanakn tindakan pada siklus berikutnya.

3.6  Teknik pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa angket dan dokumentasi, dengan demikian teknik pengumpulan data ini dapat dilakukan berdasarkan bagan berikut ini :
Gambar 3.1. Teknik Pengumpulan Data
3.7  Teknik analisis data
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai kecenderungan data hasil penulisan yaitu dengan jalan menguraikan atau menjabarkan data-data variabel penelitian seperti mean, median range, dan standar deviasi. Untuk statistic deskriptif masing-masing diukur nilai pemusatan dengan mencari nilai skor maksimal ideal, nilai skor minimal ideal, mean ideal,(Mi), Standar deviasi ideal (SDi). Rumus yang digunakan untuk mencari rata-rata ideal (Mi) adalah (skor maksimal ideal- skor minimal ideal). Dan untuk mencari standar deviasi ideal rumusnya adalah ⁄ (skor maksimal ideal- skor minimal ideal). Selanjutnya nilai standar deviasi ideal (SDi) dan rata-rata/ mean ideal dikonversikan kedalam 5 (lima) kategori nilai kecenderungan dengan kriteria sebagai berikut :
Mi + 1,5 SDi – Mi + 3,0 SDi              = Sangat Tinggi
Mi + 0,5 SDi – Mi + 1,5 SDi              = Tinggi
Mi - 0,5 SDi – Mi + 0,5 SDi               = Sedang
Mi - 1,5 SDi – Mi - 0,5 SDi                = Rendah
Mi – 3,0 SDi – Mi + 1,5 SDi              = Sangat Rendah
Keterangan
Mi        = Rata-rata ideal
SDi      = Standar Deviasi ideal
3.7.2        Analisis motivasi siswa
Data yang diperoleh dari angket motivasi siswa diberi skor berdasarkan pedoman sebagai berikut :
Tabel 4.2. Pedoman penskoran angket motivasi
Pernyataan
Skor
HTP
SJ
KD
SS
HSL
Positif
1
2
3
4
5
Negatif
5
4
3
2
1
Selanjutnya skor setiap butir dijumlahkan sehingga diperoleh skor motivasi setiap siswa. Skor tersebut kemudian dikonversikan menjadi suatu kriteria dengan skala tertentu diantaranya :
Tabel 4.2. Pedoman konversi skor terhadap kriteria
Interval Skor
Kriteria
 < X
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Keterangan :
X = Skor Empiris
 = Rata-Rata Ideal
 = Simpangan baku ideal
Butir pernyataan angket sebanyak 25 butir dengan skor maksimum tiap butir adalah 5 dan skor minimumnya dalah 1. Dengan demikian diperoleh konversi skor motivasi siswa menjadi kriteria sebagai berikut :
Tabel 4.4. Konversi Skor Motivasi Siswa
Interval Skor
Kriteria
104 < X
Sangat Tinggi
86,67 < X
Tinggi
69,33 < X
Sedang
52 < X
Rendah
X
Sangat Rendah
Selanjutnya siswa dikelompokkan berdasarkan kategori motivasi dan hitung persentasenya dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
 = kategori motivasi (sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah)
3.8      Kriteria keberhasilan tindakan
Indikator keberhasilan yang digunakan untuk menentukan bahwa penelitian tindakan kelas sudah mencapai hasil yang diharapkan adalah :
a.       Sekurang-kurangnya 80% dari keseluruhan siswa yang ada di kelas memperoleh kriteria interval peningkatan motivasi belajar 69,33 < X  (sedang)
b.      Minimal 70% dari keseluruhan siswa kelas X MIPA-4 SMA Negeri 2 Muaro Jambi berpartisipasi dalam  pembelajaran fisika
c.       Keterlaksanaan RPP Minimal mencapai 80%
Jika berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa sudah memenuhi indikator keberhasilan maka PTK dianggap selesai dan tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya tetapi jika belum memenuhi indikator, maka PTK dilanjutkan dengan melakukan perbaikan seuai hasil refleksi. Namun untuk  mendapatkan hasil lebih baik maka dilaksanakan minimal 2 siklus dalam penelitian PTK ini.


BAB IV
HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

4.1  Deskripsi Tindakan
Wawancara dilakukan pada ibu nova selaku guru mata pelajaran fisika kelas X SMAN 2 Muaro Jambi. Dari wawancara tersebut diketahui bahwa siswa yang mengalami kelemahan pada mata pelajaran fisika dari 4 kelas yaitu kelas X4. Hal ini dibuktikan dengan rekapitulasi nilai ulangan harian maupun UTS siswa, kelas X4 mendapat kalkulasi nilai terendah dari 3 kelas lain yaitu X1, X2, dan X3.
Pemberian angket motivasi sebagai pra observasi untuk mengetahui kurangnya pemahaman siswa terhadap mata pelajaran fisika. Dengan jumlah siswa sebanyak 27 siswa. Hasil angket tersebut terdapat pada lampiran 1, deskripsi penilaian hasil angket sebagai berikut:
Tabel 4.1 Frekuensi Tingkat Motivasi Siswa
Interval Skor
Kriteria
Frekuensi
104 < X
Sangat Tinggi
0
86,67 < X
Tinggi
0
69,33 < X
Sedang
3
52 < X
Rendah
20
X
Sangat Rendah
4
Jumlah
27
Kemudian dari data frekuensi tersebut dijabarkan lagi ke dalam bagan dibawah ini untuk melihat seberapa besar persentase motivasi siswa kelas X MIPA 4 SMAN 2 Muaro Jambi.


4.2  Pembahasan
Dari hasil data angket motivasi terhadap mata pelajaran fisika yang telah dilaksanakan kepada seluruh siswa kelas X MIPA 4 SMAN 2 Muaro Jambi dengan jumlah 11 orang siswa laki-laki dan 16 siswi perempuan, maka didapatkan persentase dengan interval skor  52 sebesar 15%, interval 52 < X  sebesar 74% dan dalam rentang interval 69,33 < X  sebesar 11%.
Uraian mengenai inerval pada setiap kategori diantaranya,  dengan interval skor 52 sebesar 15% yaitu 4 siswa dari 27 siswa kelas X MIPA 4, dengan 2 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan. Kategori dengan interval 52 < X  sebesar 74%  yaitu 20 siswa dari 27 siswa kelas XMIPA 4, dengan 8 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Kategori motivasi dalam rentang interval 69,33 < X  sebesar 11% yaitu yang terdiri 3 siswa perempuan.
Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sugiyono (2012) dengan rentang interval dari instrumen angket motivasi yang digunakan yang menyatakan bahwa jika skor nilai angket menunjukkan pada rentang interval skor  dikatakan bahwa motivasi siswa sangat rendah dan dalam penyebaran angket didapat sebesar 15% siswa bermotivasi sangat rendah. Jika skor nilai pada rentang interval 52 < X  dikatakan bahwa motivasi siswa dikategorikan rendah. Maka diketahui bahwa sebanyak 74% siswa bermotivasi rendah terhadap pembelajaran fisika. Kemudian kategori motivasi dalam rentang interval 69,33 < X  dikatakan berada dalam tingkat motivasi kategori sedang. Sehingga diketahui bahwa sebanyak 11% siswa kelas X MIPA 4 berada pada tingkat motivasi kategori sedang. Maka dari data dapat dikalkulasikan bahwa persentase tingkat motivasi siswa kelas X MIPA 4 SMAN 2 Muaro Jambi banyak yang berada pada kategori rendah, dengan total keseluruhan siswa dapat diketahui bahwa rentang keseluruhan siswa berada pada kategori sedang dampai tingkat sangat rendah.
BAB V
KESIMPULAN, IMPILAKI, DAN SARAN
5.1    Simpulan
       Berdasarkan hasil prasurvey yang dilakukan diperoleh kesimpulan yaitu, banyaknya siswa yang beranggapan bahwa fisika itu sulit, malas dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas sekolah, serta hasil belajar yang rendah semua itu didasarkan oleh rendahnya motivasi siswa, dimana motivasi belajar fisika itu sendiri merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri siswa untuk melakukan hal-hal yang positif dalam belajar fisika. Dari hasil data angket  motivasi terlihat bahwa siswa kelas X MIPA 4 SMAN 2 Muaro Jambi yang menjadi objek pada penelitian ini hampir rata-rata memiliki motivasi yang rendah yang dikalkulasikan dalam interval mencapai kategori sedang hingga sangat rendah.
5.2    Implikasi
       Berdasarkan permasalahan yang ada pada saat melakukan prasurvey di kelas X MIPA 4 SMAN 2 Muaro Jambi, memberikan implikasi bahwa motivasi belajar siswa adalah salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa. Setiap siswa memiliki hasrat dan keinginan berhasil, ciri-ciri dari motivasi itu sendiri adalah memiliki keinginan keberhasilan yang tinggi, dorongan dan adanya harapan dan cita-cita masa depan. Dengan ciri-ciri tersebut, dibutuhkan peran guru mata pelajaran yang mampu memotivasi siswa. Apabila guru lebih giat memotivasi siswa, siswa akan terdorong untuk belajar dan akan meraih hasil belajar yang lebih baik.
5.3    Saran
       Setelah dilakukan prasuevey dalam penelitian di kelas X MIPA 4 SMAN 2 Muaro Jambi, peneliti mempunyai saran kepada guru maupun keluarga bekerja sama mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Guru selalu memotivasi siswa setiap melakukan proses pembelajaran agar siswa selama proses pembelajaran memiliki motivasi belajar yang tinggi. Selain itu juga pihak sekolah seharusnya mengadakan beberapa pertemuan wali murid setiap semester. Untuk membicaraka hal-hal yang bersangkutan dalam meningkatkan kualitas individu siswa.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. dan Prasetyo. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Collette, Alfred T. & Chiappetta, Eugene L. (1994). Science Instruction in the Middle and Secondary Schools. New York: MacMillan Publishing Company.

Depdiknas. (2003). Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.

Djamarah, S. B. (2011). Psikologi Belajar Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Jon E. Roeckelein. 2013. Kamus Psikologi: Teori, Hukum, dan Konsep Edisi pertama. Jakarta: Kencana.

Kanginan, M. (2002). Fisika 1 untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Lederman, N. G., Abd-El-Khalick, F., Bell, R. L., dan Schwartz, R. S. (2002). Views of nature of science questionnaire: toward valid and meaningful assessment of learnrs’ conceptions of nature of science. Journal of Research in Science Teaching, 39(6), 497-521.

Mundilarto. (2002). Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Purwanto, N. (2013). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
.
Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta

Sudirman. 2014. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: rajawali pers

Sugihartono. Dkk. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pres.

Suyono & Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran.  Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Wartono. (2003). Pengembangan Program Pengajaran Fisika. Malang: JICA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas XI Materi Asas Black