Laporan Observasi Awal Penelitian Tindakan Kelas di SMAN 2 Muaro Jambi
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang masalah
Pendidikan
pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah (Undang-undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pendidikan berperan penting
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mendukung kemajuan
pembangunan, salah satunya adalah pendidikan MIPA. Pendidikan MIPA merupakan
cabang ilmu pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian, karena menjadi dasar
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Mata pelajaran yang
termasuk dalam cabang ilmu pendidikan MIPA adalah mata pelajaran fisika.
Menurut
Kanginan (2004), fisika adalah ilmu fundamental yang menjadi tulang punggung
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fisika adalah bidang studi
yang diberikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan tujuan untuk memberikan
seperangkat pengetahuan, bentukbentuk keterampilan dan penanaman sikap dan
nilai dalam konteks disiplin ilmu fisika (Depdiknas, 2007). Melihat tujuan
tersebut, pelajaran fisika di SMA dikembangkan dalam kerangka memberikan
pengalaman langsung kepada siswa dalam menjelajahi dan memahami alam di
sekitarnya secara ilmiah. Pendidikan
fisika menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung kepada siswa
tentang konsep, prinsip, dan proses penemuan dalam materi-materi fisika. Tujuan
pendidikan fisika dapat dicapai, apabila siswa bisa mencapai kompetensi
pembelajaran.
Kompetensi
pembelajaran dalam suatu proses belajar mengajar pada suatu satuan pendidikan
terutama di Sekolah Menengah Atas dinyatakan tercapai bila terjadi peningkatan
prestasi belajar siswa dalam pelajaran yang diikutinya. Prestasi belajar adalah
hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk
angka, simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai
oleh setiap siswa pada periode tertentu (Hamdani, 2011). Prestasi belajar siswa
dapat diketahui setelah diadakan evalusi pembelajaran.
Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tinggi
rendahnya prestasi belajar siswa. Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa
dibuktikan dengan hasil belajar siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum
(KKM). Mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) bukanlah suatu hal yang
mudah. Hal itu dikarenakan keberhasilan belajar dalam mencapai kompetensi
pelajaran sangat dipengaruhi oleh banyak faktor.
Menurut
Ahmadi (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor
dari luar (ekstern). Faktor intern adalah faktor yang berasal dari siswa.
Berikut yang termasuk dalam faktor intern antara lain kecerdasan (intelegensi),
faktor jasmaniah atau faktor fisiologis, sikap, minat, bakat dan kecerdasan.
Selanjutnya, yang termasuk faktor ekstern terdiri atas dua macam, yaitu faktor
lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial. Selain itu, Slameto (2013)
menyatakan bahwa faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan
keluarga, keadaan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Faktor intern dan ekstern
sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Salah satu faktor yang
berpengaruh besar adalah faktor motivasi. Menurut Djamarah (2011) motivasi
dalam belajar dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan. Semakin
besar motivasi maka semakin besar kesuksesan dalam belajar, sehingga berdampak
pada meningkatnya prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, dapat kita ketahui
bahwa faktor motivasi menjadi salah satu faktor yang menentukan prestasi
belajar yang dicapai oleh siswa.
Kenyataannya,
berdasarkan wawancara terhadap guru mata pelajaran fisika yang dilakukan oleh
peneliti di SMA Negeri 2 Muaro Jambi, didapatkan hasil mengenai prestasi
belajar fisika siswa yang masih cukup rendah. Hal tersebut diakibatkan motivasi
siswa untuk belajar rendah. Selain itu, peneliti juga melakukan tanya jawab
dengan guru mata pelajaran fisika, dan diketahui bahwa siswa cenderung pasif di
kelas, tidak mau membaca dan saat diberikan tugas, masih terdapat siswa yang
tidak mengerjakan tugas.
Menurut
Purwanto (2013) siswa yang kurang aktif dan tidak mengerjakan tugas
mengindikasikan bahwa siswa tersebut kurang memiliki motivasi belajar, karena
motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu. Siswa yang memiliki motivasi yang kurang menyebabkan siswa memiliki
dorongan yang kurang untuk belajar.
Rendahnya
prestasi belajar fisika yang didapat oleh siswa disebabkan banyak faktor.
Bersesuaian dengan hasil observasi yang telah dijabarkan sebelumnya, bahwa
siswa kelas X MIPA 4 diindikasikan memiliki motivasi belajar yang masih kurang.
Motivasi belajar siswa yang masih kurang akan berakibat pada prestasi belajar
yang didapat oleh siswa.
Berdasarkan latar
belakang diatas, peneliti melakukan observasi di kelas yang di permasalahkan
diatas yaitu kelas X MIPA 4 SMA N 2 Muaro Jambi dengan melakukan kegiatan
penyebaran angket motivasi belajar fisika siswa dan kemudian menganalisis
motivasi dan hasil belajar siswa.
1.2
Perumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka penulis mengemukakan identifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Nilai
mata pelajaran Fisika masih tergolong rendah
2. Motivasi
belajar Fisika siswa masih tergolong rendah.
1.3
Tujuan penelitian
Adapun tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui hasil belajar Fisika siswa kelas X MIPA 4 di SMAN 2 Muaro Jambi
2. Untuk
mengetahui motivasi belajar Fisika siswa
kelas X MIPA 4 di SMAN 2 Muaro Jambi.
1.4
Manfaat hasil penelitian
Dari tujuan
penelitian, diharapkan dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak, diantaranya :
1. Bagi
Guru
memberikan
informasi mengenai kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran dan sebagai
acuan dalam memperbaiki metode pengajaran.
2. Bagi
Sekolah
Menjadi
bahan evaluasi untuk memperbaiki masalah-masalah dalam pembelajaran fisika di
kelas
BAB
II
KAJIAN
TEORITIK
2.1
Kerangka teori dan hasil penelitian yang relevan
2.1.1
Motivasi
1. Pengertian
motivasi
Istilah motivasi
dating dari akar kata bahasa latin “mot-“ (yang berarti “bergerak”) yang sama
seperti istilah emosi. Istilah motif berguna untuk menjelaskan desakan-desakan
internal yang mengaktifkan dan memberikan arah untuk berperilaku. Istilah lain
yang berhubungan menekankan aspek yang berbeda dari motivasi. Sebagai contoh,
kebutuhan atau need yang menekankan aspek yang berbeda dari motivasi. Sebagai
contoh, kebutuhan atau need yang menekankan aspek kekurangan atau keinginan;
drive atau dorongan yang menekankan aspek pendorong dan pemberi tenaga; dan
incentive (pendorong) yang memfokuskan pada tujuan motivasi. Secara umum, teori
– teori motivasi berkaitan dengan sebab-sebab perilaku terjadi dan mengacu pada
keadaan internal organisme dan juga tujuan eksternal (penguatan) dalam
lingkungan. Secara khusus, motivasi meliputi pemberian kekuatan atau energy
perilaku dan arah tujuan dimana terdapat perbedaan yang dibuat antara disposisi
organisme dan pembangkitnya.
2. Peranan
motivasi dalam pembelajaran
Hasil belajar
akan menjadi optimal kalau ada motibvasi. Makin tepat motivasi yang diberikan,
akan semakin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa
menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa. Sehubungan dengan hal
tersebut ada tiga fungsi motivasi :
a. Mendorong
manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan
energy. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan
yang akan di kerjakan.
b. Menentukan
arah perbuatan, yakni kea rah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian
motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan
rumusan tujauannya.
c. Menyeleksi
perbuatan, yakni menentukan perbuatan – perbuatan apa yang harus dikerjakan
serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan – perbuatan yang
tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Disamping
itu ada juga fungsi – fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong
usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang akan melakukan usaha dengan adanya
motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang
baik. Dengan kata lain, dengan adnya usaha yang tekun dan terutama didasari
adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi
yang bai. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat
pencapaian prestasi belajarnya.
2.1.2
Belajar dan
pembelajaran
Belajar adalah
suatu perubahan perilaku yang relative permanen dan dihasilkan dari pengalaman
masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan atau direncanakan.
Pengalaman diperoleh seseorang dalam interaksi dengan lingkungan., baik yang
direncanakan maupun yang tidak direncanakan sehingga menghasilkan perubahan
yang bersifat relative menetap. Menurut Eveline dan Nara (2010) belajar adalah
proses yang kompleks yang di dalamnya terkandung bebrapa aspek. Aspek tersebut
meliputi: a. bertambahnya jumlah pengetahuan, b. adanya kemampuan mengingat dan
memproduksi, c. adanya penerapan pengetahuan, d. menyimpulkan makna, e.
menafsirkan dan mengkaitkan dengan realitas.
1. Pengertian
belajar
Belajar adalah
suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan
keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Dalam
konteks menjadi tahu atau proses memperoleh pengetahuan, menurut pemahaman
sains konvensional, kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan pengalaman.
Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan. Definisi ini
merupakan defenisi umum dalam pembelajaran sains secara konvensional dan
beranggapan bahwa pengetahuan sudah terserak di alam, tinggal bagaimana siswa
atau pembelajar bereksplorasi, menggali dan menemukan kemudian memungutnya
untuk memperoleh pengetahuan.
Menurut hilgard
(1962) belajar adalah suatu proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah
karena adanya respon terhadap suatu situasi.
2. Pengertian
pembelajaran
Pengertian
pembelajaran menurut Diaz Carlos (2011) merupakan akumulasi dari konsep
mengajar dan konsep belajar. Penekanannya terletak pada perpaduan antara
keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik laki-laki dan perempuan. Konsep
tersebut sebagai suatu system, sehingga dalam system pembelajaran ini mendapat
komponen – komponen yang meliputi : siswa, tujuan, materi untuk mencapai
tujuan, fasilitas dan prosedur, serta alat – alat atau media yang harus
dipersiapkan. Dengan kata lain, pembelajaran sebagai suatu system yang
bertujuan, perlu direncanakan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku.
2.1.1 Hakikat
Fisika
Fisika adalah ilmu yang mempelajari
gejala-gejala alam dari segi materi dan energinya. Fisika adalah bangun
pengetahuan yang menggambarkan usaha, temuan, wawasan dan kearifan yang
bersifat kolektif dari umat manusia (Wartono, 2003:18). Sedangkan menurut
Mundilarto (2010:4), fisika sebagai ilmu dasar memiliki karakteristik yang
mencakup bangun ilmu yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, hukum, postulat,
dan teori serta metodologi keilmuan. Fisika adalah ilmu yang terbentuk melalui
prosedur baku atau biasa disebut sebagai metode ilmiah.
Lederman dalam Atar dan Gallard (2014), Nature
of Science mengacu pada nilai-nilai dan keyakinan yang melekat pada
pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut hakikatnya, fisika yang merupakan sains
bukanlah sekedar kumpulan ilmu pengetahuan semata. Lebih dari itu menurut
Collette dan Chiappetta (1994), sains merupakan a way of thinking (afektif),
a way of investigating (proses), dan a body of knowledge (kumpulan
ilmu pengetahuan).
Aspek dari hakikat fisika yang pertama
adalah fisika sebagai sikap (a way of thinking). Fisika yang merupakan
cabang ilmu IPA (sains) memiliki karakter ilmiah, seperti tanggungjawab, jujur,
objektif, terbuka, rasa ingin tahu, percaya diri, dan lain-lain, yang melekat
kuat. Menurut Collette dan Chiappetta (1994), beberapa karakter tersebut adalah
sebagai beliefs (keyakinan), curiosity (rasa ingin tahu), imagination
(imajinasi), reasoning (penalaran), dan self-examination (pemahaman diri).
Menurut KBBI, keyakinan (beliefs) berarti kepercayaan dan sebagainya yang
sungguhsungguh, dan juga berarti sebagai bagian agama atau religi yang berwujud
konsep yang menjadi keyakinan (kepercayaan) para penganutnya. Keyakinan
merupakan dasar dari tindakan seseorang yang dipercayainya sebagai sesuatu yang
benar dan dapat dicapai (Sugeng, 2015). Keyakinan adalah sebuah hal yang sangat
penting dimiliki oleh seseorang apalagi sebagai makhluk beragama. Sebagai
negara Pancasila, Indonesia menghimpun karakter ini pada Kurikulum 2013,
khususnya Kompetensi Inti (KI) 1. Karakter lainnya, yaitu curiosity (rasa ingin
tahu), imagination (imajinasi), reasoning (penalaran), dan self-examination
(pemahaman diri) tertampung dalam Kompetensi Inti 2 Kurikulum 2013.
Karakter-karakter ini secara tidak langsung akan memperngaruhi bagaimana
seorang saintis atau fisikawan berpikir.
Aspek dari hakikat fisika yang kedua
adalah fisika sebagai proses (a way of investigating). Proses sains diturunkan
dari langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan penelitian
ilmiah. Langkah-langkah tersebut disebut sebagai keterampilan proses sains yang
mencakup observasi, mengukur, inferensi, memanipulasi variabel, merumuskan
hipotesis, menyusun grafik dan tabel data, mendefinisikan secara operasional,
dan melaksanakan eksperimen (Mundilarto, 2002: 13). Menurut Hetherington,
dkk. (dalam Collette dan Chiappetta, 1994),memahami bagaimana proses terbentuknya
suatu ilmu pengetahuan itu lebih penting daripada ilmu pengetahuan itu sendiri.
Mundilarto, membagi keterampilan proses menjadi dua, yaitu keterampilan proses
dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses sains dasar,
meliputi: mengamati/observasi, mengklasifikasi, berkomunikasi, mengukur,
memprediksi, dan membuat inferensi. Apabila dianalogikan dalam pembelajaran,
kemampuan proses sains dasar dapat tercerminkan sebagai aspek psikomotor yang
dalam kurikulum 2013 dimasukkan dalam KI 4. Sedangkan keterampilan proses sains
terpadu, meliputi: mengidentifikasi variabel, merumuskan definisi operasional
dari variabel, menyusun hipotesis,merancang penyelidikan. Keterampilan sains
terpadu tercerminkan sebagai proses berpikir tingkat tinggi.
Aspek dari hakikat fisika yang ketiga
adalah fisika sebagai produk (a body of
knowledge). IPA (termasuk fisika) sebagai produk dapat diartikan sebagai
kumpulan informasi/fakta yang dihasilkan dari proses-proses ilmiah yang
dilandasi dengan sikap-sikap ilmiah tersebut (Mundilarto, 2002: 2). Menurut
Collette dan Chiappetta (1994), fisika sebagai produk tersusun dari fakta,
konsep, prinsip, hukum, hipotesis, teori, dan model. Fisika sebagai produk juga
dapat diartikan sebagai informasi-informasi yang sudah masak yang ada dalam
ilmu fisika.
2.1.2
Pembelajaran
Fisika
Belajar merupakan kebutuhan pokok setiap
manusia. Melalui belajar, seseorang dapat berkembang menjadi individu yang
lebih baik dan bermanfaat baik untuk dirinya sendiri maupun lingkungan di
sekitarnya. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil
individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sugihartono,
dkk. 2012: 74). Adapun menurut Mundilarto (2002: 1), belajar dapat
didefinisikan sebagai proses diperolehnya pengetahuan atau keterampilan serta
perubahan tingkah laku melalui aktivitas diri.
Menurut UU. Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut hakikatnya,
fisika memiliki tiga aspek utama yaitu aspek afektif, proses , dan ilmu.
Sehingga pembelajaran fisika hendaknya dilaksanakan dengan mempertimbangkan
ketiga aspek tersebut. Mata pelajaran fisika di SMA bertujuan agar siswa mampu
menguasai konsep-konsep fisika dan saling keterkaitannya serta mampu
menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang
Maha Esa (Mundilarto, 2002: 5). Masih menurut Mundilarto (2012), pembelajaran
fisika bukanlah dirancang untuk melahirkan fisikawan atau saintis, akan tetapi
dirancang untuk membantu siswa akan pentingnya berpikir kritis akan hal-hal
baru yang ditemuinya berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah diyakini
akan kebenarannya.
Pembelajaran fisika membantu
peserta didik untuk mengembangkan diri menjadi individu yang memiliki sikap
ilmiah, mampu memproses fenomena dan pengetahuan yang diperoleh serta mampu
memahami bagaimana fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya bekerja.
2.1.1 Kerangka
berpikir
Berdasarkan
hasil prasurvey melalui wawancara singkat yang dilakukan peneliti dengan guru
bidang studi yaitu Ibu Nova selaku guru fisika kelas X SMAN 2 Muaro Jambi
didapatkan masih banyak siswa yang kurang bersemangat dalam mengikuti
pembelajaran fisika di dalam kelas. Minat membaca siswa juga kurang hal ini
juga berdampak dengan hasil belajar siswa yang rendah, dari hasil rekapan
penilaian yang didapatkan oleh Ibu Nova bahwa dari keseluruhan kelas X MIPA
kelas X MIPA 4 merupakan kelas yang memiliki nilai hasil belajarnya masih
banyak yang di bawah KKM. Hal ini disebabkan juga karena beberapa faktor yang
telah di kemukakan oleh Ibu Nova selaku guru fisika kelas X, maka untuk lebih
mengetahui lebih jelas lagi apa faktor yang menyebabkan siswa kurang
bersemangat dalam pembelajaran fisika dan minat membaca yang kurang, peneliti
menggunakan angket motivasi sebagai tolak ukur permasalahan yang ada pada diri
individu siswa. Motivasi adalah suatu dorongan pada diri individu dalam
melakukan hal-hal yang positif. Dengan adanya pengisian angket motivasi inilah
nantinya akan terlihat dimana letak permasalahan rendahnya hasil belajar
fisika. Adapun gambaran dalam kerangka berpikir dapat dilihat pada skema
berikut ini :
Gambar 2.1. Kerangka
Berpikir
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Setting penelitian
Dalam
penelitian ini jenis penelitian yang akan digunakan adalah jenis Prnrlitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan
di SMA Negeri 2 Muaro Jambi, dengan subjek penelitian adalah siswa kelas X
MIPA-4 berjumlah sebanyak 27 siswa, terdiri dari 11 orang siswa laki-laki dan
16 orang siswa perempuan. Penelitian tindakan dilaksanakan pada semester II
(genap) yaitu pada tanggal 6 s/d 20 Februari 2018.
3.2 Prosedur
penelitian
3.2.1 Perencanaan
Dalam
upaya memperlancar kegiatan Penelitian, peneliti melakukan perencanaan sebagai
berikut :
1. Membuat surat izin observasi yang di berikan oleh bidang
akademik
2. Mengantar surat ke SMA Negeri 2 Muaro Jambi sekaligus
meminta izin kepada Kepala Sekolah untuk melakukan penelitian
3. Menemui guru fisika yang mengajar di kelas X MIPA-4
sekaligus melakukan wawancara singkat mengenai keadaan siswa yang ada di kelas
X SMA Negeri 2 Muaro Jambi
4. Meminta data siswa kepada guru fisika berupa data nilai
siswa yang akan menjadi bahan dokumentasi peneliti dan bahan perbandingan
3.3 Implementasi
tindakan
Setelah
merancang segala aspek yang akan dilakukan pada saat penelitian. Selanjtnya
adalah melakukan implementasi tindakan yang telah di rencanakan. Dari banyaknya permasalahan dapat dirangkum
salah satunya adalah rendahnya motivasi siswa dalam menerima pelajaran fisika
di kelas, hal ini terlihat dari beberapa faktor yang ada di lapangan. Dengan
demikian peneliti menggunakan Penelitian tipe kuantitatif. Untuk mengukur
tingkat motivasi siswa dalam pembelajaran fisika maka dilakukan penyebaran
angket motivasi kepada siswa kelas X MIPA-4.
3.4 Observasi dan
moitoring
pelaksanaan
tindakan dan pengamatan (observasi) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
secara serentak. Maka observasi ini dilaksanakan ketika penyebaran angket
motivasi berlangsung. Selama proses pengisian angket motivasi berlangsung,
observasi yang di lakukan adalah pengamatan terhadap ada atau tidaknya dorongan
siswa dalam pelajaran fisika dengan menanyakan kepada siswa bagaimana sikap
mereka terhadap pelajaran fisika di dalam kelas. Selanjutnya monitoring dari
motivasi siswa dilaksanakan di akhir jam pembelajaran yang berlangsung selama
satu jam pelajaan yaitu 45 menit.
3.5 Analisis dan
refleksi
Selama
melakukan observasi awal pada pra survei keterlaksanaan pembelajaran, dan
instrumen angket motivasi selama satu siklus pembelajaran dideskipsikan dan
dianalisis. Deskripsi meliputi persentase keterlaksanaan pembelajaran baik guru
maupun siswa, persentasi siswa yang mencapai KKM dan persentase motivasi siswa
yang tinggi pada setiap kategorinya. Analisis ini dilihat berdasarkan capaian
indikator keberhasilan tindakan. Jika target belum tercapai, maka hasil refleksi pada siklus satu
akan dijadikan acuan untuk merencanakn tindakan pada siklus berikutnya.
3.6 Teknik pengumpulan
data
Penelitian ini
menggunakan instrumen berupa angket dan dokumentasi, dengan demikian teknik
pengumpulan data ini dapat dilakukan berdasarkan bagan berikut ini :
Gambar
3.1. Teknik Pengumpulan Data
3.7 Teknik analisis
data
Analisis statistik deskriptif digunakan
untuk mengetahui nilai kecenderungan data hasil penulisan yaitu dengan jalan
menguraikan atau menjabarkan data-data variabel penelitian seperti mean, median
range, dan standar deviasi. Untuk statistic deskriptif masing-masing diukur
nilai pemusatan dengan mencari nilai skor maksimal ideal, nilai skor minimal
ideal, mean ideal,(Mi), Standar deviasi ideal (SDi). Rumus yang digunakan untuk
mencari rata-rata ideal (Mi) adalah (skor maksimal ideal- skor minimal ideal).
Dan untuk mencari standar deviasi ideal rumusnya adalah ⁄ (skor maksimal ideal-
skor minimal ideal). Selanjutnya nilai standar deviasi ideal (SDi) dan
rata-rata/ mean ideal dikonversikan kedalam 5 (lima) kategori nilai
kecenderungan dengan kriteria sebagai berikut :
Mi + 1,5 SDi – Mi + 3,0 SDi = Sangat Tinggi
Mi + 0,5 SDi – Mi + 1,5 SDi = Tinggi
Mi - 0,5 SDi – Mi + 0,5 SDi = Sedang
Mi - 1,5 SDi – Mi - 0,5 SDi = Rendah
Mi – 3,0 SDi – Mi + 1,5 SDi = Sangat Rendah
Keterangan
Mi
= Rata-rata ideal
3.7.2
Analisis
motivasi siswa
Data yang diperoleh dari angket motivasi siswa diberi skor berdasarkan
pedoman sebagai berikut :
Tabel
4.2. Pedoman penskoran angket motivasi
Pernyataan
|
Skor
|
||||
HTP
|
SJ
|
KD
|
SS
|
HSL
|
|
Positif
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Negatif
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
Selanjutnya skor setiap butir dijumlahkan sehingga diperoleh skor
motivasi setiap siswa. Skor tersebut kemudian dikonversikan menjadi suatu
kriteria dengan skala tertentu diantaranya :
Tabel
4.2. Pedoman konversi skor terhadap kriteria
Interval Skor
|
Kriteria
|
< X
|
Sangat Tinggi
|
|
Tinggi
|
|
Sedang
|
|
Rendah
|
|
Sangat Rendah
|
Keterangan :
X = Skor Empiris
= Rata-Rata Ideal
= Simpangan baku ideal
Butir pernyataan angket sebanyak 25 butir dengan skor maksimum tiap
butir adalah 5 dan skor minimumnya dalah 1. Dengan demikian diperoleh konversi
skor motivasi siswa menjadi kriteria sebagai berikut :
Tabel 4.4. Konversi Skor Motivasi
Siswa
Interval Skor
|
Kriteria
|
104 < X
|
Sangat Tinggi
|
86,67 < X
|
Tinggi
|
69,33 < X
|
Sedang
|
52 < X
|
Rendah
|
X
|
Sangat Rendah
|
Selanjutnya siswa dikelompokkan berdasarkan
kategori motivasi dan hitung persentasenya dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
=
kategori motivasi (sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah)
3.8
Kriteria keberhasilan tindakan
Indikator keberhasilan
yang digunakan untuk menentukan bahwa penelitian tindakan kelas sudah mencapai
hasil yang diharapkan adalah :
a.
Sekurang-kurangnya 80% dari keseluruhan siswa yang ada di kelas
memperoleh kriteria interval peningkatan motivasi belajar 69,33 < X (sedang)
b.
Minimal 70%
dari keseluruhan siswa kelas X MIPA-4 SMA Negeri 2 Muaro Jambi berpartisipasi
dalam pembelajaran fisika
c.
Keterlaksanaan
RPP Minimal mencapai 80%
Jika berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa sudah memenuhi
indikator keberhasilan maka PTK dianggap selesai dan tidak perlu dilanjutkan
pada siklus berikutnya tetapi jika belum memenuhi indikator, maka PTK dilanjutkan
dengan melakukan perbaikan seuai hasil refleksi. Namun untuk mendapatkan hasil lebih baik maka
dilaksanakan minimal 2 siklus dalam penelitian PTK ini.
BAB
IV
HASIL
TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi
Tindakan
Wawancara dilakukan pada ibu nova selaku guru mata
pelajaran fisika kelas X SMAN 2 Muaro Jambi. Dari wawancara tersebut diketahui
bahwa siswa yang mengalami kelemahan pada mata pelajaran fisika dari 4 kelas
yaitu kelas X4. Hal ini dibuktikan dengan rekapitulasi nilai ulangan harian
maupun UTS siswa, kelas X4 mendapat kalkulasi nilai terendah dari 3 kelas lain
yaitu X1, X2, dan X3.
Pemberian angket motivasi sebagai pra observasi
untuk mengetahui kurangnya pemahaman siswa terhadap mata pelajaran fisika. Dengan
jumlah siswa sebanyak 27 siswa. Hasil angket tersebut terdapat pada lampiran 1,
deskripsi penilaian hasil angket sebagai berikut:
Tabel 4.1
Frekuensi Tingkat Motivasi Siswa
Interval Skor
|
Kriteria
|
Frekuensi
|
104
< X
|
Sangat
Tinggi
|
0
|
86,67
< X
|
Tinggi
|
0
|
69,33
< X
|
Sedang
|
3
|
52
< X
|
Rendah
|
20
|
X
|
Sangat
Rendah
|
4
|
Jumlah
|
27
|
Kemudian dari data frekuensi
tersebut dijabarkan lagi ke dalam bagan dibawah ini untuk melihat seberapa
besar persentase motivasi siswa kelas X MIPA 4 SMAN 2 Muaro Jambi.
4.2 Pembahasan
Dari hasil data angket motivasi terhadap mata pelajaran fisika yang telah dilaksanakan kepada seluruh siswa kelas X MIPA 4 SMAN 2 Muaro Jambi
dengan jumlah 11 orang siswa laki-laki dan 16 siswi perempuan, maka didapatkan
persentase dengan interval skor 52 sebesar 15%, interval 52 < X
sebesar 74%
dan dalam rentang interval 69,33 <
X sebesar 11%.
Uraian mengenai inerval pada setiap kategori
diantaranya, dengan interval skor 52 sebesar 15% yaitu 4 siswa dari 27 siswa kelas X
MIPA 4, dengan 2 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan. Kategori dengan interval 52 < X sebesar 74% yaitu 20 siswa dari 27 siswa kelas XMIPA 4,
dengan 8 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Kategori motivasi dalam rentang interval 69,33 < X sebesar 11%
yaitu yang terdiri 3 siswa perempuan.
Sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Sugiyono (2012) dengan rentang interval dari instrumen angket motivasi yang digunakan
yang menyatakan bahwa jika skor nilai angket menunjukkan pada rentang interval
skor dikatakan bahwa motivasi siswa sangat rendah
dan dalam penyebaran angket didapat sebesar 15% siswa bermotivasi sangat
rendah. Jika skor nilai pada rentang interval 52 < X dikatakan bahwa motivasi siswa dikategorikan
rendah. Maka diketahui bahwa sebanyak 74% siswa bermotivasi rendah terhadap
pembelajaran fisika. Kemudian kategori motivasi dalam rentang interval 69,33 < X dikatakan berada dalam tingkat motivasi
kategori sedang. Sehingga diketahui bahwa sebanyak 11% siswa kelas X MIPA 4
berada pada tingkat motivasi kategori sedang. Maka dari data dapat dikalkulasikan bahwa
persentase tingkat motivasi siswa kelas X MIPA 4 SMAN 2 Muaro Jambi banyak yang
berada pada kategori rendah, dengan total keseluruhan siswa dapat diketahui
bahwa rentang keseluruhan siswa berada pada kategori sedang dampai tingkat
sangat rendah.
BAB
V
KESIMPULAN,
IMPILAKI, DAN SARAN
5.1
Simpulan
Berdasarkan
hasil prasurvey yang dilakukan diperoleh kesimpulan yaitu, banyaknya siswa yang
beranggapan bahwa fisika itu sulit, malas dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan
tugas sekolah, serta hasil belajar yang rendah semua itu didasarkan oleh
rendahnya motivasi siswa, dimana motivasi belajar fisika itu sendiri merupakan
suatu dorongan yang ada dalam diri siswa untuk melakukan hal-hal yang positif
dalam belajar fisika. Dari hasil data angket
motivasi terlihat bahwa siswa kelas X MIPA 4 SMAN 2 Muaro Jambi yang
menjadi objek pada penelitian ini hampir rata-rata memiliki motivasi yang
rendah yang dikalkulasikan dalam interval mencapai kategori sedang hingga
sangat rendah.
5.2
Implikasi
Berdasarkan
permasalahan yang ada pada saat melakukan prasurvey di kelas X MIPA 4 SMAN 2
Muaro Jambi, memberikan implikasi bahwa motivasi belajar siswa adalah salah
satu faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa. Setiap siswa
memiliki hasrat dan keinginan berhasil, ciri-ciri dari motivasi itu sendiri
adalah memiliki keinginan keberhasilan yang tinggi, dorongan dan adanya harapan
dan cita-cita masa depan. Dengan ciri-ciri tersebut, dibutuhkan peran guru mata
pelajaran yang mampu memotivasi siswa. Apabila guru lebih giat memotivasi
siswa, siswa akan terdorong untuk belajar dan akan meraih hasil belajar yang
lebih baik.
5.3
Saran
Setelah
dilakukan prasuevey dalam penelitian di kelas X MIPA 4 SMAN 2 Muaro Jambi,
peneliti mempunyai saran kepada guru maupun keluarga bekerja sama mendorong
siswa untuk lebih giat belajar. Guru selalu memotivasi siswa setiap melakukan
proses pembelajaran agar siswa selama proses pembelajaran memiliki motivasi
belajar yang tinggi. Selain itu juga pihak sekolah seharusnya mengadakan
beberapa pertemuan wali murid setiap semester. Untuk membicaraka hal-hal yang
bersangkutan dalam meningkatkan kualitas individu siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
A. dan Prasetyo. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka
Setia.
Collette,
Alfred T. & Chiappetta, Eugene L. (1994). Science Instruction in the
Middle and Secondary Schools. New York: MacMillan Publishing Company.
Depdiknas.
(2003). Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Bandung: Citra Umbara.
Djamarah,
S. B. (2011). Psikologi Belajar Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamdani.
(2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Jon
E. Roeckelein. 2013. Kamus Psikologi: Teori, Hukum, dan Konsep Edisi pertama.
Jakarta: Kencana.
Kanginan,
M. (2002). Fisika 1 untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Lederman,
N. G., Abd-El-Khalick, F., Bell, R. L., dan Schwartz, R. S. (2002). Views of
nature of science questionnaire: toward valid and meaningful assessment of
learnrs’ conceptions of nature of science. Journal of Research in Science
Teaching, 39(6), 497-521.
Mundilarto.
(2002). Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Purwanto,
N. (2013). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
.
Slameto.
(2013). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta
Sudirman. 2014. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: rajawali pers
Sugihartono.
Dkk. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pres.
Suyono
& Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Wartono. (2003). Pengembangan Program
Pengajaran Fisika. Malang: JICA
Komentar
Posting Komentar